Menulis Kembali di Musim Pandemi



Minggu ketiga #dirumahaja. Banyak yang bilang, masa yang kita alami sekarang ini adalah seperti memencet reset button. Untuk raga, untuk jiwa, untuk alam, untuk ekonomi. Semua tampak seperti dipaksa untuk memelankan laju. Di serba ketidakpastian ini, semua pun bising. Saya yang memang tidak terlalu suka baca berita tambah tidak mau tahu. Ingin ikutan seseruan aneka challenge di sosial media saja malas. Hari-hari saya lalui di rumah bersama anak-anak, sibuk dengan berbagai kewajiban learning from home, memastikan kebutuhan mereka tercukupi lahir batin. Kembali menjadi "Full Time Mom" kata orang2. Padahal, semua juga tahu namanya menjadi orangtua ya tidak ada yang part-time.

Padahal, saya baru menikmati peran baru saya di restoran dan toko yang saya bangun dari nol bersama sahabat saya dari Agustus lalu. Dalam hitungan hari pandemi ini memuncak, kami harus memutuskan untuk menutup sementara restoran kami demi keselamatan staff dan pelanggan kami, serta turut serta dalam melandaikan kurva pandemi.

Sementara menyesuaikan dan mencari ritme di kehidupan yang baru ini, ada semacam dorongan untuk tetap menjadi produktif. Di tengah kekalutan bisnis yang tersuspensi dan memikirkan nasib belasan karyawan, 3 anak yang (tampak) lebih demanding dengan ada ibunya di rumah, mengurus manula (mama) yang tinggal sementara bersama kami ini setelah tahunan tidak tinggal seatap, kebutuhan couple time dengan suami (yang walau sudah WFH 2 minggu ini, we always make time to be with each other at the end of day), ambisi untuk tetap punya me time (nonton series, mandi lama tanpa gangguan), plus me time olahraga demi kesehatan lahir batin (loh banyak amat :D), ternyata masih juga terselip ambisi untuk menyisihkan waktu yang cuma 24 jam ini untuk melakukan semacam hal lain, hal baru, atau hal yang lama sudah ingin dilakukan. At least that's what everybody looks like doing.

Semua orang memang menghadapi situasi ini dengan caranya masing2. Social media makes sure to capture all that. Selain turut senang karena melihat teman-teman yang tampak banyak menemukan hobi baru, terbersit rasa iri karena saya baru sadar bahwa saya ga punya (hobi baru, maupun terpendam). Masak? Yah, itu kan emang hari-hari aja. Kalau ga masak anak-anak gue ga makan :D Craft ga bakat. Melukis apalagi. Hobi ngomong sih, dan sudah sempat terbersit proyek podcast dengan sahabat, tapi yah situasi lagi ribet gini ya tunda dulu. Mau bikin podcast sendiri, sapa guaa? hahaha.

Opiq nyeletuk, "Nulis lagi dong. Kan udah dibeliin laptop". Ngehek ya suami saya, mentang2 hadiahin laptop trus pamrih. Tapi saya tahu ini caranya memotivasi saya.

Alhamdulillah setelah 2 taunan lebih tidak punya laptop karena dicuri orang, suami saya sisihkan rejeki lebih untuk beliin saya laptop untuk early birthday present tahun ini :) Akhirnya saya coba menulis lagi. Ternyata rindu. Teryata mungkin menulis media saya untuk eksplorasi. Dan masak tentunya. Mungkin menulis tentang memasak. Atau tentang makanan. Atau tentang apa saja. Karena menulis di sosial media terlalu membelenggu. Saya tidak pernah terlalu suka 'mentas' di sosmed karena lini waktu disana terlalu cepat bergulir dan waktu saya terlalu berharga untuk hanya habis bermain disana. Belum batasan maksimal karakter dalam caption, pretensi audiens, dan mental block lainnya. Mungkin disini akhirnya saya dan Opiq bisa memulai lagi sesuatu yang kami sempat mulai dan impikan.

Doing it one day at a time.

Doakan ya teman-teman.

Tania

0 comments