Setelah mencoba beberapa Gudeg rasanya, tampaknya kami terlalu percaya diri untuk menarik kesimpulan bahwa, ya gudeg enak tapi ada batas maksimalnyalah. Rasanya juga pasti, menurut palate kami, imbalance didominasi oleh cita rasa manis yang kadang bikin kami bergidik.
Pagi ini iseng mencoba Gudeg Mbah Lindu yang kami kenal lewat Street Food Asia yang dipandu oleh Kevindra. No expectations, bahkan cenderung berekspektasi rendah. It was just a Netflix craze.
Kedai gudegnya tampak tidak terlalu ramai, dibandingkan beberapa tempat sarapan yang cukup touristy seperti Warung Pojok Bu Yuni atau Soto Kadipiro.
Kami pesan Gudeg lengkap dan sengaja memesan dada ayam. Karena kalau dadanya enak, pahanya pasti aman.
Segala prejudis kami hancur dalam suapan pertama. Kali ini kami mengakui bahwa citarasa Gudeg Mbah Lindu ini sungguh luar biasa. Ayamnya sungguh lembut dengan rasa yang ter-infuse dengan baik. Telur pindangnya well cooked tidak keras seperti pindang biasanya. Gudegnya juga punya level manis yang cukup dan terimbangi oleh gurihnya krecek serta tempenya.
Walau harganya lumayan pricey jika dibandingkan dengan kebanyakan gudeg di Jogja, tapi ini worth the price.
Dalam perjalanan balik menuju Jogja dari Solo, kami mampir sebentar di Klaten untuk makan malam.
Bosan dengan ayam, rencananya kami ingin menyantap Soto Bebek serta Sate Bebek, beberapa jenis kuliner Klaten yang belum lama masuk radar peta perkulineran Indonesia. Tetapi sangat disayangkan kebanyakan restaurant di Klaten tutup jam 5 atau jam 7.
Akhirnya kami memutuskan kembali makan Ayam Bakar Klaten Handari. Kok bukan Pak Widodo the OG? Ya karena kami ingin mencari tempat yang cukup nyaman buat anak-anak yang mulai lelah.
Tempatnya nyaman dengan dekorasi patung, topeng serta elemen-elemen Jawa lainnya.
Ayam serta Bebek bakarnya pun ternyata tidak kalah dengan Pak Widodo. Tipikal ayam bakar Klaten, ayamnya legit dengan aroma wangi ketumbar dan dibakar tetapi tidak terlalu smokey. Bebeknya juga lembut.
Setelah makan siang di day trip ke Solo, alangkah ideal menenteramkan diri dengan semangkuk es krim. Kali ini pilihan jatuh pada Es Krim Tentrem. Kedai yang telah berdiri sejak tahun 1952 ini menyajikan home made ice cream dengan berbagai pilihan rasa, mulai dari rasa klasik coklat, vanilla dan strawberry, ada juga pilihan-pilihan es krim rasa duren, mocca sampai mangga.
Ada juga pilihan combo menu klasik model neapolitan atau Banana Split yang jadi eskrim primadona jaman SD. Rasanya sudah mewah dan dimanja banget kalau boleh pesan menu itu di Swensen's, kedai eskrim 80-90an kesayangan kita semua.
Dari beberapa menu yang kami pesan, yang menarik adalah basic vanilla ice creamnya yang punya rasa susu cukup signifikan. Kalau menurut Laika, rasanya sangat Dancow bubuk.
Buat yang familiar dengan Ragusa di Jakarta, atau Zangrandi di Surabaya, kurang lebih vibe-nya serupa. Aromanya serupa, sampai anget-angetnya juga serupa :)
Di antara banyaknya pilihan kedai es krim di Solo, ada seru-nya juga kalau kalian memilih Kedai Es Tentrem. You know why.